Headlines News:

    Dihujani Komentar Spam

    Sawali Tuhusetya*

    Satu hal yang membuat spirit seorang blogger bisa terus asyik ngeblog adalah komentar pembaca, baik dari sahabat-sahabat blogger maupun pengunjung umum. Selain sebagai penanda silaturahmi, komentar juga bisa dimaknai sebagai sebuah perwujudan sikap responsif terhadap isi blog. Oleh karena itu, saya selalu menyambut positif setiap komentar yang masuk ke blog ini dan sebisa mungkin memberikan balasan sekaligus memberitahukannya kepada komentator via email dengan menggunakan plugin “Comment Email Reply”.

    Namun, apa jadinya kalau komentar yang masuk ternyata bukan komentar yang dibuat dengan amat sadar untuk merespon isi blog, melainkan diproduksi secara massal oleh sebuah perangkat elektronik yang sering disebut sebagai komentar spam? Jujur saja, saya risih jika muncul komentar-komentar semacam itu. Dalam dua hari terakhir, blog ini dihujani komentar spam dari nickname yang tidak jelas identitasnya. Mereka menyerbu membabi buta. Dalam hitungan detik bisa mencapai puluhan dan dalam hitungan menit sudah terakumulasi menjadi ratusan jumlahnya.

    Spam yang 'nyaru' sebagai tukang komentar
    Akismet yang saya andalkan untuk menjadi “Satpam” agaknya tak selalu berhasil menangkalnya. Selalu saja ada komentar yang lolos dan bertengger di halaman blog ini. Dari hasil browsing di mesin pencari, saya menemukan sebuah tulisan menarik di sini.

    Konon, spam merupakan teknik pengiriman pesan dengan menggunakan perangkat elektronik secara bertubi-tubi tanpa dikehendaki oleh penerimanya. Pada mulanya teknik spam digunakan oleh perusahan-perusahaan untuk mempromosikan bisnisnya melalui advertising/iklan yang dikirimkan melalui pesan elektronik. Teknik ini dilakukan karena mereka tidak memiliki budget yang besar untuk biaya promosi melalui media cetak / media on air. Sejak tahun 90-an ketika internet mulai terbuka untuk publik, teknik spam menjadi permasalahan serius karena akan berdampak membanjirnya (flood) pesan-pesan di dalam kotak inbox pesan elektronik target yang dikirimi spam (kala itu yang terkenal adalah e-mail spam).

    Dalam perkembangannya kemudian, spam dikendalikan oleh sebuah software/aplikasi yang berfungsi untuk menjalankan aksi-aksi spam dari web robot. Bot bekerja dengan cara repetisi/melakukan pengulangan yang bisa diatur interval waktunya, baik target maupun aksi yang dilakukan.
    Pada saat ini, pada web sosial-media seperti Facebook, Twitter, dll, sering dijumpai pada status yang baru saja diposting tiba-tiba dalam waktu kurang dari 1 detik sudah ada orang yang menjawab. Begitu pun pada status teman kita. Dan biasanya komentarnya pun sama, berulang pada interval waktu tertentu dan seringkali tidak ada hubungannya dengan status yang diposting. Seringkali juga ditemui baru saja kita memposting status, tiba-tiba dalam waktu kurang dari 1 detik sudah ada yang Like. Itu semua adalah ulah Bot.

    Dampaknya bagi sebuah blog yang dihujani komentar spam? Ya, spam yang semula menjadi metode advertising/iklan kini berkembang menjadi sebuah metode untuk mengganggu, bahkan merusak. Target yang dikirimi spam, selain akan mengalami banjir data, bandwidth internetnya sebagian besar juga dihabiskan oleh spam, sehingga menyebabkan koneksi internetnya menjadi lemot, bahkan tidak menutup kemungkinan akhirnya koneksi internetnya putus karena sifat-sifatnya yang menggangu kenyamanan, bahkan tidak menutup kemungkinan untuk mengakibatkan kerusakan.
    Ternyata berbahaya juga, bukan? ***


    Sumber: sawali.info

    * Guru dan Blogger, tinggal di Kendal, Jawa Tengah

    Foto: Cerita Banjir Jakarta

    Welly Maharani Perwiranegara/Jakarta

    Di depan WTC Manggadua, Sabtu (18/1/2014)
    Banjir di Jakarta tidak lagi datang lima tahun sekali. Banjir kini terjadi tiap tahun. Bahkan ketika curah hujan di Jakarta tidak terlalu tinggi seperti tahun ini.

    Kawasan Tubagus Angka. Jelambar, Jakarta Barat, Sabtu (18/1/2014)
    Banjir tidak hanya menyebabkan kerugian harta bagi warga Jakarta, tetapi juga menyebabkan lumpuhnya arus lalu lintas.Sejumlah ruas utama jalan di Jakarta tergenang banjir sehingga arus kendalaan terpaksa dialihkan ke jalan lain.

    Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (18/1/2014)
    Agar warga aman dan selamat, pada Sabtu (18/1) PLN aliran listtrik. Pada Sabtu pagi ada 516 gardu distribusi listrik yang dipadamkan PLN di wilayah Cengkareng, Teluk Naga, Lenteng Agung, Bandengan, Cempaka Putih, Kramatjati, Jatinegara, Marunda, Menteng, Tanjung Priok dan Pondok Kopi.

    Kawasan Bekasi
    Banjir yang menggenangi sebagian besar wilayah Ibu Kota kali ini bukanlah cerita akhir. Banjir susulan dan lebih besar masih akan berpeluang terjadi. Ini mengingat curah hujan di bagian hulu (Bogor dan sekitarnya) masih tinggi.

    Teks: Oyos
    Foto: Welly Maharani Perwiranegara/Dok Path

    Kisah PT Ascho Menambang Pasir Gunung Krakatau (3)

    Oyos Saroso H.N./Teraslampung.com

    Tongkang pengangkut pasir Krakatau juga beroperasi malam hari. (Foto Oyos HN/Dok The Jakarta Post)
    Ketika saya tanya dengan apa pihaknya mengambil sampel pasir memakai tongkang, Direktur Utama PT AUP, Suharsono, mengaku pernah mengambil sampel pasir dengan Tongkang. Kata Suharsono jumlahnya tidak sampai bertongkang-tongkang. Namun, Suharsono mengaku pihaknya memiliki hak untuk mengambil pasir dari Gunung Anak Krakatau karena sudah memiliki izin mitigasi bencana dari Bupati Lampung Selatan Wendy Melfa.

    Suharsono mengatakan mitigasi bencana di Gunung Anak Krakatau perlu dilakukan agar volume pasir di gunung berapi yang berada di tengah laut itu tidak terus bertambah banyak.

    Menurut Suharsono volume pasir Gunung Anak Krakatau saat ini sekitar 5,53 4 juta meter kubik. Pada saat meletus tahun 1883 dan menimbulkan tsunami volumenya 7 juta meter kubik. “Kami berusaha mengurangi volume sebesar 3,4 juta meter kubik agar tinggi Gunung Anak Krakatau relative stabil dan dampak letusannya tidak terlalu besar, Kami mulai memasang pipa di tepi pantai untuk menyedot pasir sekaligus membuat jalan leleran lava,” kata dia.

    Suharsono mengaku, sebagian hasil penjualan pasir itu bukan disetorkan ke Pemda Kabupaten Lampung Selatan, tetapi akan dimanfaatkan untuk mitigasi bencana dalam bentuk pembuatan tanggul agar dampak tsunami berkurang dan jalur evakuasi bila sewaktu-waktu terjadi bencana tsunami akibat meletusnya Gunung Anak Krakatau.

    Pengakuan Suharsono tersebut berbeda dengan tujuan izin yang diajukan Pemda Lampung Selatan kepada Menteri Kehutanan. Bupati Lampung Selatan Zulkifli Anwar pada 2007 dan 2008 lalu minta izin kepada Menteri Kehutanan M.S. Kaban untuk memanfaatkan pasir Gunung Anak Krakatau sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD) Lampung Selatan.

    Permohonan izin itu ditolak Menteri Kehutanan karena Gunung Anak Krakatau termasuk kawasan cagar alam. Namun, ketiga Zulkifli Anwar diganti oleh wakilnya, Wendy Melfa, pada 1 Oktober 2009 lalu Bupati Lampung Selatan menunjuk PT AUP untuk melakukan mitigasi bencana di Gunung Anak Krakatau.

    Pasir kualitas super Krakakatu jadi incaran pengusaha. Cincai dengan pejabat daerah.
    Menanggapi izin yang diberikan kepada PT Ashco, Bupati Lampung Selatan Wendy Melfa mengaku hanya memberikan izin survai memasang alat mitigasi bencana dan tidak memberikan izin menambang pasir. Hal itu juga diungkapkan Kepala Balai Konservasi dan Sumberdaya Alam (BKSDA) Lampung, Ambar Dwiyono (sekarang sudah pensiun).

    Menurut Ambar Dwiyono, dia memberikan izin PT AUP untuk memasang alat mitigasi bencana karena dia tidak mau dipersalahkan jika sewaktu-waktu terjadi bencana. “Kalau nanti tiba-tiba Gunung Anak Krakatau meletus dahsyat dan terjadi tsunami, saya dipersalahkan karena tidak memberikan izin saat ada pihak yang melakukan mitigasi bencana di san,” kata Ambar.

    Bagi para aktivis lingkungan, alasan pemberian izin mitigasi yang diberikan kepada PT AUP tetap dinilai janggal. Sebab, pada 19 Agustus 2008 lalu Menteri Kehutanan (ketika itu M.S. Kaban) sudah menolak izin mitigasi yang diajukan oleh Pemda Lampung Selatan.

    “Jawabannya langsung ditujukan kepada Bupati Lampung Selatan dan salah satunya ditembuskan kepada Kepala BKSDA Lampung. Kalau mereka tetap memberikan izin kepada PT AUP, berarti mereka terang-terangan mau melanggar hokum,” kata manajer kampanye Walhi, Mukri Friatna.

    “Kami menduga ini konspirasi untuk mengambil pasir Krakatau. Satu tongkang pasir saja nilainya bisa mencapai miliaran rupiah. Apalagi, dirut PT AUP mengaku akan mengambil 3,4 juta meter kubik pasir dan sudah mendapatkan izin,” kata Mukri.***

    Kisah PT Ascho Menambang Pasir Gunung Anak Krakatau (2)

    Oyos Saroso H.N./Teraslampug.com

    Tongkamg diparkir di sekitar Gunung Kratatau pada Oktober 2009. Kepala BKSDA Lampung (saat itu dijabat Ambar Dwiyono) mengaku tidak ada tongkang yang membawa pasir dari Gunung Anak Krakatau. (Foto Oyos Saroso HN/Dok 
    The Jakarta Post)
    BANDARLAMPUNG--Lewat telepon seorang warga Pulau Sebesi mengabarkan pada 21 Oktober 2009 ada tongkang mengambil pasir dari Gunung Anak Krakatau. Ketika seminggu kemudian bertemu langsung dengan saya di sekitar Gunung Anak Krakatau, nelayan itu mengaku saat sosialisasi kepada warga, perusahaan yang membawa kapal dan tongkang itu mengatakan bahwa mereka akan melakukan mitigasi bencana di Gunung Anak Krakatau.

    “Pada 18 Oktober kami diundang acara syukuran. Katanya untuk minta berkah kepada Syekh Dapur—sosok yang hidup pada abad 19 yang diyakini sebagai ‘penunggu’ Gunung Anak Krakatau—agar aktivitas proyek lancer. Katanya hanya akan memasang alat, tapi ternyata dari alat berupa pipa besar itu kemudian keluar butiran pasir dan dimasukkan ke tongkang,” kata nelayan yang namanya sengaja saya lindungi itu.

    “PT Ascho memotong seekor kambing untuk dijadikan sarana pesta syukuran. Banyak warga Pulau Sebesi yang diundang. Pengambilan pasir mulai dilakukan pada 20 Oktober 2009,” tambahnya.

    Saya penasaran. Ketika bertemu Direktur PT Ascho Suharsono dia mengaku bahwa mitigasi bencana di Krakatau melibatkan ahli geologi. Saya pun mengecek kepada Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung, Surono (sekarang sudah pensiun).

    Surono, yang belakangan namanya dikenal sebagai Mbah Rono,  mengaku tidak pernah memberikan izin mitigasi bencana dengan penambangan di Gunung Anak Krakatau kepada pihak mana pun.

    “Yang mau menambang di Krakatau banyak.Bahkan ada yang mengaku sebagai orang dekatnya mantan Menteri  Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro. Namun, semua permintaan izin itu kami tolak karena Gunung Anak Krakatau termasuk kawasan cagar alam,” kata Surono

    “Kalau izin saya berikan, maka saya akan melanggar Undang-Undang Lingkungan Hidup dan dikecam masyarakat dunia. Sebab, Gunung Anak Krakatau sudah ditetapkan sebagai World Heritage Site oleh Unesco pada 1992,” tambahnya.

    Manajer kampanye Walhi Pusat, Mukri Friatna, mengatakan satu-satunya cara untuk menyiasati Undang-Undang sehingga bisa melakukan penambangan pasir adalah dengan melakukan mitigasi bencana. Hal itulah yang dilakukan oleh PT Ascho Unggul Pratama.

    “Jadi, mitigasi bencana hanyalah kedok untuk mengambil pasir. Kalau kasus ini tidak diungkap sejak awal maka akan ada jutaan meter kubik pasir dari Gunung Anak Krakatau yang disedot dan dijual ke Cina,” kata Mukri.

    Menurut Mukri, harga jual pasir Gunung Anak Krakatau termasuk tinggi karena merupakan pasir berkualitas nomor satu di dunia. Selain mengandung bijih besi, pasir Krakatau juga mengandung unsur titan yang tinggi.

    “Itulah sebabnya pengusaha di Cina berani membeli pasir dari Krakatau seharga Rp 300/kg. Bayangkan saja berapa yang akan didapatkan oleh PT AUP jika dia berhasil mengirim tiga tongkang saja ke Cina. Satu tongkang bisa memuat pasir sebanyak 10 ribu sampai 15 ribu meter kubik,” kata Mukri.

    Mukri mengatakan itu pada 2009. Artinya, harga pasir Krakatau pada 2014 tentu akan lebih mahal lagi.

    Kisah PT Ascho Menambang Pasir Gunung Anak Krakatau (1)


    Oyos Saroso H.N./Teraslampung.com


    Kapal yang disewa PT Ascho (Dok OyosHN)
    BANDARLAMPUNG--Suatu siang pada pertengahan Oktober 1999, saya bertemu dengan para aktivis Walhi Lampung di sebuah acara di Bandarlampung. Di sana berkumpul juga para nelayan dari Lampung Selatan.

    Di sela waktu istirahat, saya mengobrol dengan beberapa nelayan. Tiba-tiba seorang nelayan curhat. Dia mengaku gelisah karena kegiatannya mencari terganggung oleh aktivitas kapal tongkang ukuran besar yang menyedot pasir dari dasar laut di sekitar perairan Gunung Anak Krakatau. Dengan mesin penyedot itu pasir dialirkan melalui paralon besar ke tongkang. Tongkang nyaris penuh pasir itu kemudian meninggalkan perairan Krakatau.

    Saya pun kemudian konfirmasi kepada Direktur Walhi Lampung Hendrawan (sekarang sudah diganti Bejo Dewangga). Hendrawan berkilah dirnya tidak bisa berbuat banyak karena tidak ada bukti pengambilan pasir. Saya kemudian berinisitif minta relawan Walhi untuk memfilmkan proses penambangan pasir tersebut.

    Pada 22 Oktober 2009 seorang relawan (namanya terpaksa saya rahasiakan) menghubungi saya. Dia sudah berhasil merekam semua aktivitas penambangan. Bahkan, proses pasir diangkut dengan tongkang pun berhasil didapatkan.

    Esok harinya, 23 Oktober tulisan saya disertai foto-foto tongkang siap mengangkut pasir muncul di The Jakarta Post. Siang itu, saya pun mengontak Kepala BKSDA Lamping (saat itu Ambar Dwiyono). Saya menanyakan mengapa BKSDA memberikan izin penambangan pasir. Ambar mengaku dia tidak mengizinkan penambangan.Dia hanya memberi izin mitigasi bencana.

    “Tidak ada penambangan pasir kok. Anda dapat info dari mana?” tanya Ambar.

    “Silakan Bapak lihat foto di Jakarta Post siang ini. Itu foto penambangan pasir!” kata saya.

    Ambar kemudian mengajak saya bertemu. Bahkan dia mengajak saya mengecek lokasi.

    Beberapa hari kemudian Direktur PT Ascho Usaha Pratama (AUP), Suharsono, menelepon saya. Saya diajak bertemu di sebuah hotel di Bandarlampung. Saya pun berangkat dengan semangat. Tiba di tempat pertemuan, saya kaget. Ternyata Suharsono datang bersama dengan orang yang sangat saya kenal: Prof. Dr. Ali Kabul Mahi.

    Di sana saya juga bertemu dengan Taufik Wijaya, wartawan Radar Lampung. Kami berempat kemudian ngobrol. Wawancara lebih seperti ngobrol biasa.

    Pak Ali Kabul terlihat santai. Ia tidak kikuk sama sekali saat bertemu saya. Dalam pertemuan itu Suharsono memperkenalkan Ali Kabul sebagai ahli dari Universitas Lampung yang berpedan sebagai penasihat proyek mitigasi bencana di Gunung Anak Krakatau.

    Suharsono pun kemudian bercerita banyak tentang kenapa proyek mitigasi bencana di Gunung Anak Krakatau harus dilakukan. Dia juga memberi alasan mengapa harus dibuat saluran. Tapi ada yang tidak dia ceritakan: ke mana pasir itu diangkut dan nilainya berapa untuk tiap tongkangnya.

    Meskipun mengaku sudah membaca tulisan saya di The Jakarta Post, Suharsono tidak protes. Ia tampak biasa-biasa saja. Ia  agak kaget ketika saya beri kartu nama.

    Sementara Pak Ali Kabul Mahi, selain menambahkan penjelasan Suharsono, dia lebih banyak bercerita soal kedekatannya dengan saya beberapa tahun sebelumnya.

    “Saya dulu sering main-main ke AJI (maksudnya sekretariat Aliansi Jurnalis Independen Lampung,, tempat saya berorganisasi--OSHN),” kata Pak Kabul.




    Berdalih Mitigasi Bencana, Pasir Gunung Krakatau Akan Ditambang Lagi

    Oyos Saroso H.N./Teraslampung.com

    Tongkang milik PT Ascho siap membawa pasir Gunung Anak Krakatau yang disedot dengan paralon besar. Gambar diambil pada 29 Oktober 2009. (Oyos Saroso H.N./Dok The Jakarta Post)
    BANDARLAMPUNG--Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) memprotes keras upaya Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan untuk menjalankan program mitigasi bencana Gunung Anak Krakatau. Program itu dinilai Walhi sebagai kedok untuk menambang pasir Gunung Anak Krakatau.

    “Program sebenarnya pernah dijalankan oleh sebuah perusahaan atas rekomendasi Bupati Lampung Selatan Wendy Melfa pada 2009 lalu. Yang terjadi di lapangan adalah penambangan pasir Gunung Krakatau. Karena mendapatkan protes dari masyarakat, akhirnya dihentikan,” kata Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna, Jumat (17/1).

    Menurut Mukri usulan program yang diajukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung Selatan itu sangat ironis. Sebab, kata Mukri, pengajuan izin penambangan pernah dilakukan Bupati Lampung Selatan Zulkifli Anwar dan Wendy Melfa tetapi ditolak Menteri Kehutanan karena melanggar UU Cagar Alam.

    "Selain ke Menhut, kegiatan apa pun di Gunung Anak Krakatau harus mendapat izin Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung. Kami mengimbau BKSDA Lampung tidak memberikan izin program mitigasi bencana karena akan merusak kawasan cagar alam Gunung Anak Krakatau,” kata Mukri.

    Mukri mengatakan satu-satunya cara untuk menyiasati Undang-Undang tentang Cagar Alam sehingga sebuah perusahaan bisa melakukan penambangan adalah dengan melakukan program mitigasi bencana.

    “Hal itu pernah dilakukan PT PT Ascho Unggul Pratama pada tahun 2009 lalu. Tapi karena ketahuan warga kemudian dihentikan oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan,” kata Mukri.

    Sebelumnya, pada Kamis (16/1) Kepala BPBD Lampung Selatan, M. Saleh, mengatakan mitigasi bencana Gunung Anak Krakatau perlu dilakukan untuk mengurangi dampak yang akan ditimbulkan letusan Gunung Anak Krakatau.

    “Kami akan melakukan pembahasan dengan Badap Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lampung Selatan, ahli vulkanologi, dan minta berbagai masukan dari unsur masyarakat. Kami juga akan melakukan pembahasan mitigasi Gunung Anak Krakatau dengan DPRD Lampung Selatan,” kata M. Saleh.

     
    Copyright © 2014. Lampung Belajar - All Rights Reserved | Template By Maskolis and Panjz Online | Modifikasi By TutorNesia | Proudly powered by Blogger